“Di tahun 1978 di Mesir, di kuburan di dekat Sungai Nil, sebelah utara Kota El Minya (300 km sebelah utara Nag Hamadi, lokasi ditemukannya khazanah gnostik pada tahun 1945) ditemukan
sebuah kodeks berupa lembar-lembar papirus berisi tulisan dalam bahasa
Koptik dan dijilid dengan sampul kulit (perkamen) menjadi bindel buku
yang disebut kodeks. Kodex ini kemudian dinamakan Kodeks Tschacos
menurut nama pemiliknya terakhir yaitu Frieda Tschacos yang kemudian mempublikasikannya.”
Kodeks itu berbahasa koptik dan pada tahun 2006 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dan pada tahun yang sama ke dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia. Kodeks itu memuat empat tulisan, yaitu: (1) Surat Petrus kepada Filipus; (2) Naskah Yakobus; (3) Injil Yudas; dan (4) Kitab Allogenes (si orang asing).
Kodeks itu berbahasa koptik dan pada tahun 2006 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dan pada tahun yang sama ke dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia. Kodeks itu memuat empat tulisan, yaitu: (1) Surat Petrus kepada Filipus; (2) Naskah Yakobus; (3) Injil Yudas; dan (4) Kitab Allogenes (si orang asing).
Dalam
injil Yudas tidak ada keterangan tentang siapa penulisnya, namun, di
bagian akhir ada tulisan ‘injil Yudas,’ dan isinya merujuk kepada Yudas
Iskariot.
Injil Sinoptik
Dalam daftar kedua belas murid Tuhan Yesus dalam Injil Sinoptis, nama Yudas Iskariot yang menjadi pengikut Yesus (Mrk. 3:14) umumnya diletakkan paling akhir dan biasanya diberi label yang jelek, yaitu sebagai “yang mengkhianati Yesus” (Mat. 10:4, Mrk. 3:19) dan “pengkhianat”
(Luk. 6:16, bdk. Yoh. 18:2, 5). Meskipun Yudas termasuk yang diutus
sebagai rasul (Mat. 10:4, Mrk. 3:19, Luk. 6:16), ia juga berani
mengkritik Yesus (Yoh. 12:4–8). Bahkan, ia disebut sebagai murid yang
menjual dan mengkhianati Yesus (Mat. 26:14–16, Mrk. 14:10–11, Luk.
22:3–6).
Motivasi
Yudas itu bukan saja uang, melainkan ia juga disebut sebagai “dimasuki
dan didorong oleh Iblis” (Luk. 22:3). Mengenai hal itu, Yesus sudah
memperingatkan Yudas pada waktu perjamuan malam (Mat. 26:20–25, bdk.
Yoh. 13:21–30). Setelah perjamuan malam, Yudas kemudian membawa orang
untuk menangkap Yesus dengan cara menunjukkan identitas Yesus dengan
ciuman (Mat. 26:47–50, Mrk. 14:43–46, Luk. 22:47–48, Yoh. 18:2). Dari
sanalah dikenal “ciuman Yudas” sebagai cium pengkhianatan (Mat.
26:48–49). Yudas dalam Injil Kanonik kemudian menyesal atas
pengkhianatannya itu, lalu bunuh diri. (Mat. 27:3–5; Kis. 1:18).
Injil Yudas
Berbeda dengan pemaparan Injil Kanonik, dalam injil Yudas, meskipun ia disebutkan sebagai orang yang menyerahkan Yesus, hal itu dianggap dilakukan atas
suruhan Yesus sendiri. Jadi, Yudas tidak dilihat sebagai pengkhianat,
tetapi sebagai pahlawan yang melaksanakan perintah dan misi Yesus. Lebih
jauh lagi, Yudas Iskariot dalam injil Yudas ditampilkan sebagai tokoh
yang berbeda dengan yang ada dalam Injil Kanonik. Ia ditampilkan serba
positif dan menjadi teladan bagi murid-murid yang lain dan bagi mereka
yang ingin menjadi murid Yesus. Ia juga ditampilkan sebagai teman dan
sahabat Yesus yang paling dekat, satu-satunya murid yang memahami Yesus
lebih baik daripada kesebelas murid yang lain, dan murid yang disebut
paling setia.
Ia
memang disebutkan sebagai orang yang menyerahkan Yesus kepada pejabat
yang berwewenang, tetapi penyerahan itu bukan karena kelobaannya akan
uang atau motivasi lain tetapi karena memang Yesuslah yang
menghendakinya agar menyerahkan Yesus untuk disalibkan, yaitu agar ia
melakukan hal itu sebagai sebuah tugas penyelamatan.
“Tetapi
engkau akan lebih besar daripada mereka semua karena engkau akan
mengorbankan wujud manusia yang meragai diri-Ku”. (Rodolpho Kasser, Injil Yudas, hlm.36).
Menurut
injil Yudas, Yesus ingin membebaskan diri dari dunia materi yang
bertentangan dengan Allah yang benar, lalu kembali ke kediaman-Nya di
surga. Yesus juga dikatakan mengasihi Yudas lebih daripada murid
lainnya, dan hanya kepada Yudas diwahyukan rahasia pengetahuan yang
tidak diwahyukan kepada murid-murid yang lain. Dalam hal itu,
murid-murid yang lain dianggap tidak mengerti dan mereka semua sudah
salah arah.
Yudas
bukan saja digambarkan sebagai murid yang paling taat dan mengerti,
melainkan juga digambarkan sebagai satu-satunya murid yang memiliki
percikan api ilahi yang sama dengan Yesus. Ketika Yesus menantang kedua
belas murid-Nya mengenai siapa di antara mereka yang sempurna, hanya
Yudas yang berani maju ke depan. Hal itu dianggap bahwa hanya Yudaslah
yang layak menjadi rasul Yesus. Dan berbeda dengan Injil Kanonik, injil
Yudas tidak menunjukkan penyesalan Yudas tapi menyiratkan bahwa kematian
Yudas itu karena dilempari batu (dirajam) oleh para rasul lainnya yang
iri hati kepadanya sebagai murid kesayangan guru mereka.
Yudas
pun diberitakan sebagai satu-satunya rasul yang menerima segala firman
Tuhan, dan pada akhirnya Yudas menjadi pengikut Yesus yang sempurna.
Bahkan, setelah kematiannya ia kemudian mengalami perubahan rupa, naik
dan masuk ke dalam awan terang, dan melihat cahaya kemuliaan ilahi (pada
akhir hidupnya, Yudas dikatakan juga bahwa ia kembali kepada bintangnya
sendiri).
Berdasarkan
hal diatas, para ahli menyebut injil Yudas sebagai injil yang
mengajarkan ajaran gnostik dengan jelas. Hal itu bukan saja karena injil
itu ditemukan sebagai bagian khazanah gnostik di El Minya, Mesir,
melainkan karena isinya memang mengajarkan hal yang demikian. Dalam hal
itu, injil Yudas menekankan pentingnya gnosis atau “pengetahuan esoteris yang eksklusif yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu”,
yaitu pengetahuan mistik, rahasia, gaib, serta pengetahuan mengenai
sumber hidup dan kesatuan esensial antara diri manusia dan sumbernya.
Pendekatan
keselamatan pun bukan disebabkan oleh penebusan yang dilakukan oleh
orang lain (penebusan Yesus di kayu salib seperti yang diberitakan Injil
Kanonik), melainkan ditemukan dalam spiritualitas gnostik yang tidak
membutuhkan perantara, karena manusia sudah berhubungan secara langsung
dengan Roh dan Cahaya yang ada di dalam diri mereka. Kehadiran
tokoh-tokoh kharismatis dalam gnostik hanya membantu pengikut gnostik
lainnya untuk menggapai keselamatan masing-masing. Bahkan, yang lebih
mencolok, selain keselamatan yang dilakukan oleh masing-masing pribadi,
dalam injil Yudas juga disebutkan bahwa Yudaslah yang menyelamatkan
Yesus dengan membebaskan Kristus dari raga Yesusnya, yaitu dengan cara
menyerahkan raga Yesus untuk disalib.
Mereka yang termasuk bagian dari iman esoteris itu disebut sebagai “generasi Set”
karena mereka menganggap Set sebagai lambang kelahiran generasi baru
setelah saudaranya Kain membunuh Habel. Oleh karena itu, aliran itu juga
disebut “aliran kaum Set” (Sethian gnostic). Menurut
ajaran gnostik, masalah asasi dalam kehidupan manusia adalah
ketidakacuhan dan ketidaktahuan, bukan dosa. Untuk mengatasi masalah
itu, caranya adalah dengan mengerti pengetahuan (gnosis) itu.
Gnostik
pada umumnya berpendapat bahwa dunia materi itu jahat, bukan merupakan
tempat tinggal yang tetap, dan merupakan penjara bagi jiwa. Manusia
hanya dapat melepaskan diri melalui pengetahuan rahasia yang diwahyukan
Yesus. Bagi penganut gnostik Kristen, Yesus adalah guru pembimbing yang
dapat membantu manusia mengalami kelepasan dan pencerahan. Dalam hal
itu, Yesus dikatakan menyampaikan rahasia kepada Yudas bahwa pada
permulaannya hanya ada satu keberadaan yang benar, baik, dan tidak
terbatas, yang tidak terjangkau, dan melalui proses pancaran,
terciptalah isi seluruh semesta dengan percikan api ilahi. Setiap
generasi di bawah, yang terpancar lebih rendah daripada yang di atas,
dan pencipta dunia atau demiurge (Allah PL) adalah ilah yang
lebih rendah daripada yang memancarkannya. Disini ajaran eksklusif itu
hanya diberikan oleh Yesus kepada Yudas karena ia dianggap istimewa hal
itu diresapi napas Platonic (dalam karya Timaeus) yang memercayai
bahwa setiap pribadi memiliki bintangnya sendiri dan kehidupan mereka
terkait dengan bintang-bintang itu. Dalam injil Yudas juga disebutkan
bahwa pada akhirnya Yudas kembali pada bintangnya sendiri.
Jika
Yesus memiliki pancaran api/cahaya ilahi di dalam diri-Nya, manusia pun
demikian. Namun, berbeda dengan konsep mistik timur yang menganggap
bahwa semua manusia memiliki percikan api ilahi itu. Dalam gnostik Set
disebut bahwa hanya mereka yang berpengetahuan rahasia itulah yang
memilikinya, sedangkan yang lain tidak. Dengan kata lain, mereka yang
memiliki kunci rahasia dengan gnosis itulah yang layak kembali ke alam
kekekalan, sedangkan yang tidak memilikinya akan binasa.
Injil Yudas memiliki konsep tritunggal sendiri, yaitu “Bapa–Barbelo–Autogenes”. Bapa disebut sebagai “Roh Agung yang tidak dapat dilihat”.
Pada umumnya dalam karya gnostik, Barbelo (tokoh yang mencolok dalam
naskah gnostik aliran Set) itu ditampilkan dalam peran sebagai “Ibu
surgawi”, sedangkan Autogenes (terjadi dengan sendirinya) dianggap
sebagai ilah independen, tetapi merupakan generasi yang lebih rendah
daripada Barbelo atau sebagai keturunan/emanasi dari Barbelo. Pada akhir
injil Yudas, disebutkan bahwa Autogenes itu menampakkan diri dalam rupa
Yesus.
Di dalam injil Yudas juga diungkapkan bahwa Yang Maha Agung (Yang Satu) itu memancarkan cahaya-Nya ke bawah ke aeon-aeon
memenuhi semesta sampai ke dunia bawah, tempat yang didiami manusia,
tempat cahaya itu dapat dirasakan. Namun, karena ada kesalahan, Pencipta
dunia ini dan ciptaan-Nya menjadi rusak, cacat, dan tidak lagi
mencerminkan pancaran kebaikan dan kebenaran yang dipancarkan dari
sumbernya itu. Meskipun demikian, kebaikan dan kebenaran itu masih bisa
dicapai oleh percikan ilahi yang tersisa dalam manusia. Dalam hal itu,
pencerahan diri merupakan keselamatan yang dapat dicapai oleh setiap
manusia. Jika pencerahan bisa dicapai pada saat hidup, kesempurnaannya
hanya bisa dicapai pada saat tubuh ragawi mati. Percikan api ilahi atau
jiwa atau roh dalam keturunan Set akan terus bersinar kembali kepada
kemuliaannya, sedangkan yang tidak termasuk kaum Set akan mengalami
kematian kekal atau musnah, baik tubuh maupun jiwa mereka.
Hubungan Injil Yudas dengan Gereja
Injil Yudas,
yang isinya mengajarkan paham gnostik aliran Set, jelas berlawanan
dengan Injil Kanonik yang dipercaya gereja. Itulah sebabnya, sejak awal
injil Yudas ditolak oleh bapak-bapak gereja. Misalnya, Irenaeus dari Lyon pada tahun 180 menulis Adversus Haereses
(melawan bidat) dan menyebutkan bahwa injil Yudas tidak historis.
Adapun kaum gnostik, kaum itu umumnya dianggap bidat yang melawan
pengajaran gereja. Menurut Irenaeus, kaum Kain (yang menganggap Kain
sebagai junjungannya), menggunakan injil Yudas. Dalam hal itu, kaum Kain
berasal dari kekuatan yang dari atas dan menokohkan figur-figur yang
terkenal jahat di dalam literatur kitab suci, termasuk Kain, Esau,
Korah, orang-orang Sodom, dan Yudas Iskariot.
Pandangan Irenaeus itu dikutip oleh Origenes pada tahun 230 dalam bukunya, Stromateis, yang secara tidak langsung menyerang ajaran gnostik. Clement dari Alexandria pada awal abad III juga menyebut kelompok gnostik itu sebagai “Kainit” (kaum Kain). Ada juga karangan abad III, yang dianggap ditulis oleh Tertulianus, yang menyinggung injil Yudas. Dua abad setelah Irenaeus, Epiphanus
dari Salamis, Uskup Siprus, membahas injil Yudas dan mengaitkannya
dengan aliran gnostik. Ia menyebut bahwa injil itu memutarbalikkan fakta
mengenai orang yang mengkhianati Yesus.
Kenyataannya injil Yudas dan injil-injil atau kitab-kitab gnostik lainnya menurut Krosney bukan sekadar menyajikan “Pencarian akan Yesus Alternatif”, melainkan berisi “penolakan mentah-mentah atas apa yang dikatakan oleh Injil Kanonik”.
Komentar Krosney tepat karena Meyer sendiri sebenarnya mengakui bahwa
baik injil Yudas maupun khasanah gnostik lainnya adalah produk dari abad
II. Dalam buku Injil Yudas, Meyer mengatakan,
“Naskah
itu bersesuaian benar dengan gagasan-gagasan abad kedua Masehi, yang
telah kita ketahui. Bahkan, dalam bentuknya yang terpotong-potong
menjadi fragmen-fragmen itu, naskah tersebut amat menarik –amat cocok
ditempatkan di abad kedua, sesuai sekali dengan bagian tertentu dari
abad kedua.”
Jadi, jelaslah bahwa injil Yudas (dan khasanah gnostik lainnya) sebagai produk gnostik abad ke-II lebih
tepat disebut melawan kekristenan (kekristenan antitesis) daripada
disebut sebagai kekristenan alternatif karena tujuannya adalah untuk
menandingi berita Injil kanonik yang ditulis pada abad pertama, yang
saat itu sudah beredar luas di kalangan kekristenan dan diterima sebagai
kitab yang berotoritas, itulah sebabnya tidak lama setelah
disebar-luaskan, injil Yudas cepat meredup beritanya. ***