Jesus Seminar
dimulai tahun 1985 dan berlangsung dalam lingkungan terbatas, namun
karena simpulannya yang kontroversial banyak diliput media massa baik
TV, majalah, maupun surat kabar, Jesus Seminar menjadi dikenal umum dalam waktu singkat.
Salam kasih dari YABINA ministry
Jesus Seminar diselenggarakan atas sponsor Westar Institute
di Amerika untuk menggugat Yesus Sejarah, tepatnya dimaksudkan untuk
mencari “ucapan dan perbuatan Yesus yang autentik”. JS diketuai
pendirinya Robert W. Funk, profesor Montana University dan pendiri lainnya John Dominic Crossan,
rahib Katolik Roma Irlandia yang terpaksa melepaskan kerahibannya
karena pandangannya yang kontroversial atas Alkitab, dan kemudian
mengajar di De Paul University, Chicago.
Laporan lengkap mengenai hasil penelitian telah dibukukan dalam dua buah buku, a.l. The Search for the Authentic Words of Jesus, The Five Gospels, What Did Jesus Really Say? (1993, buku ini memuat terjemahan karya gnostik Injil Thomas sebagai injil kelima), dan disusul The Acts of Jesus: What Did Jesus Really Do? (1998). Pada bagian depan buku pertama, sebenarnya arah dari napas seminar sudah dapat dilihat.
“Laporan
ini dipersembahkan kepada Galileo Galilei yang mengubah pandangan kita
mengenai surga selamanya. Thomas Jefferson yang menggunakan gunting
dan memotong-motong kitab Injil. David Friedrich Strauss yang
memelopori gugatan mengenai Yesus Sejarah.”
Simpulan Seminar
Kegiatan seminar itu adalah pertama,
mengumpulkan ucapan yang dianggap berasal Yesus dari kurun waktu tiga
ratus tahun, baik dari Alkitab maupun sumber kuno yang dikumpulkan.
Ucapan yang berjumlah sekitar 1.500 itu kemudian dibagi ke dalam empat
kategori, yaitu “perumpamaan”, “aforisme”, “percakapan”, dan “cerita
yang mengandung ucapan Yesus”. Dalam hal itu, ucapan-ucapan yang lebih
pendek dianggap lebih asli karena orang lebih mudah mengingatnya
daripada kalimat panjang yang mungkin disusun kemudian dan sudah
berkembang dan dibumbui.
Kedua,
melakukan pemungutan suara. Semua yang hadir menentukan keaslian
ucapan Yesus itu dengan memakai empat pilihan sebagai berikut.
1. “Asli” diberi warna merah, yaitu dianggap sebagai ucapan Yesus sendiri. Itu diberi nilai 3 atau 75% ke atas.
2. “Mungkin
asli” diberi warna merah muda, yaitu untuk menunjukkan ucapan Yesus
yang masih diragukan atau telah mengalami perubahan selama proses
salinan. Itu diberi nilai 2 atau 50% ke atas.
3.
“Mungkin tidak asli” diberi warna abu-abu, yaitu ucapan
yang tidak diucapkan oleh Yesus, tetapi mengandung gagasan Yesus. Itu
diberi nilai 1 atau 25% ke atas.
4. “Tidak asli” diberi
warna hitam, yaitu ucapan yang dianggap bukan dari Yesus, melainkan
ditulis pengikut-Nya atau musuh-Nya. Itu diberi nilai 0 atau 0–25%.
Ucapan
itu kemudian disusun untuk merekonstruksikan sejarah hidup Yesus.
Selain itu juga dicoba memperjelas pemisahan antara Yesus Sejarah dan
Yesus Iman, termasuk di dalamnya mengenai inspirasi dan
ketidakbersalahan Alkitab serta pembedaan Yesus (ke-manusia-an) dari
Kristus (ke-Tuhan-an). Beberapa hal lain yang dibahas, a.l. sekitar
sumber dan hubungan antar kitab Injil, posisi injil Thomas sebagai
“injil kelima”, dan soal tradisi ucapan Yesus.
Hasil simpulan Jesus Seminar
ternyata kontroversial. Apalagi, di disebutkan bahwa 82% ucapan yang
dikatakan sebagai ucapan Yesus dalam kitab Injil itu tidak benar-benar
diucapkan Yesus. Beberapa simpulan Jesus Seminar yang ditulis dalam buku The Five Gospels, adalah sbb:
1. Yesus tidak pernah menuntut diri-Nya sebagai Mesias (Kristus) dan tidak bernubuat tentang akhir zaman.
2.Yesus
mungkin makan bersama dengan murid-murid-Nya dalam perjamuan malam,
tetapi ucapan Yesus pada malam itu kemungkinan adalah rekaan para murid.
3. Doa Bapa Kami kemungkinan disusun oleh para pengikut Yesus setelah kematian-Nya.
Simpulan
itu kemudian disebarluaskan media massa ke publik seakan-akan
merupakan karya teologis yang sudah benar. Proyek buku pertama mengenai
“ucapan” Yesus diselesaikan tahun 1993. Kemudian disusun buku kedua
tentang “perbuatan” Yesus yang selesai pada tahun 1998.
Sama
dengan buku pertama, penentuan mana perbuatan Yesus dan mana yang
bukan, dilakukan dengan cara yang sama, yaitu dengan voting dan
pembagian kategori melalui pemberian warna pada perbuatan-perbuatan
Yesus, padahal para hadirin seminar biasanya hanya sekitar 30-40 orang
saja. Studi Yesus Sejarah dalam “Jesus Seminar”, yang semula
merupakan perdebatan di antara para teolog dan dilakukan di ruang
seminar sekolah teologi serta dihadiri peserta ahli yang terbatas, dalam
era informasi yang cepat meluas saat ini, yaitu melalui pemuatan di
surat kabar, majalah, TV, dan seminar-seminar umum telah mencuatkan hal
itu menjadi debat terbuka yang cukup mendatangkan silang pendapat dan
kontroversi di kalangan umum yang bukan dari kalangan teolog. Apalagi,
berita provokatif langsung dilempar ke publik sebelum dicek dan recek.
Kontroversial
Semangat Jesus Seminar untuk menggugat Yesus Sejarah dengan mendudukkan karya gnostik injil Thomas sebagai “injil kelima” seakan-akan bagai gayung-bersambut dengan dipopulerkannya injil gnostik lainnya yang kontroversial pada tahun 2000-an oleh Dan Brown melalui novelnya yang terkenal The Da Vinci Code, yaitu injil Filipus dan injil Maria Magdalena.
Puncak terkini dari gelombang gugatan itu, selain terbitnya banyak buku sejenis yang menggugat Yesus, adalah ditiupkannya kembali isu kuburan keluarga Yesus, yaitu oleh James Tabor dalam bukunya, Jesus Dynasty (2006), serta James Cameron dan Simcha Jacobovici dalam film dokumenter mereka yang berjudul “The Lost Tomb of Jesus” yang mempopulerkan penemuan makam yang dikatakan milik Yesus dan dipopulerkan secara internasional oleh Discovery Channel dimana James Tabor dan John Dominic Crossan menjadi nara sumbernya.
Pandangan kontroversial yang dihembuskan Crossan dalam bukunya Jesus A Revolutionary Biography ( (berdasarkan studinya pada sumber di luar Injil kanonik, yaitu apokrifa dan injil gnostik Thomas dan Petrus), yang mengemukakan keberadaan “anjing-anjing yang berkeliaran di bawah salib” dan bahwa sebenarnya “Yesus tidak disalibkan, tetapi dibiarkan mati telantar sehingga kemungkinan jasad-Nya dimakan anjing”. Dalam bukunya yang lain Who Is Jesus, Crossan mengaku meneruskan ide Martin Hengel mengenai bagaimana Yesus mati. Crossan menyebut:
Puncak terkini dari gelombang gugatan itu, selain terbitnya banyak buku sejenis yang menggugat Yesus, adalah ditiupkannya kembali isu kuburan keluarga Yesus, yaitu oleh James Tabor dalam bukunya, Jesus Dynasty (2006), serta James Cameron dan Simcha Jacobovici dalam film dokumenter mereka yang berjudul “The Lost Tomb of Jesus” yang mempopulerkan penemuan makam yang dikatakan milik Yesus dan dipopulerkan secara internasional oleh Discovery Channel dimana James Tabor dan John Dominic Crossan menjadi nara sumbernya.
Pandangan kontroversial yang dihembuskan Crossan dalam bukunya Jesus A Revolutionary Biography ( (berdasarkan studinya pada sumber di luar Injil kanonik, yaitu apokrifa dan injil gnostik Thomas dan Petrus), yang mengemukakan keberadaan “anjing-anjing yang berkeliaran di bawah salib” dan bahwa sebenarnya “Yesus tidak disalibkan, tetapi dibiarkan mati telantar sehingga kemungkinan jasad-Nya dimakan anjing”. Dalam bukunya yang lain Who Is Jesus, Crossan mengaku meneruskan ide Martin Hengel mengenai bagaimana Yesus mati. Crossan menyebut:
“Secara
normal para serdadu menjaga sampai orang yang disalib itu mati,
selanjutnya dibiarkan menjadi mangsa binatang pemangsa dan anjing, atau
binatang buas lainnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang kejam itu.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, kengerian di luar penguburan
adalah bagian dari kebiasaan penyaliban, yang dimaksudkan oleh penguasa
sebagai peringatan yang mengerikan bagi yang lewat. ... Kengerian yang
paling besar yang mungkin adalah tidak ada penguburan sama sekali,
Yesus ditinggalkan di kayu salib untuk dimangsa oleh binatang
pemangsa.”
Meskipun Crossan
memopulerkan kematian Yesus yang mengerikan, ternyata ia bisa dengan
mudahnya berbalik mendukung penemuan osuari Yesus di makam Talpiot.
Padahal, penemuan itu menganggap bahwa Yesus dikubur secara normal
dengan tulang-tulang lengkap, yang setahun setelah kematian-Nya
tulangnya dikumpulkan ke dalam osuari dalam makam di dekat Yerusalem
yang bukan makam rahasia karena gerbangnya besar dengan relief yang
jelas, serta merupakan makam keluarga yang tentu sudah ada secara
turun-temurun dan dikenal umum.
Dengan
demikian, selain mencuatkan isu Maria Magdalena sebagai istri Yesus,
sekarang isu yang muncul adalah bahwa jasad Yesus ditemukan di kuburan
keluarga di Talpiot, ini berarti bahwa Yesus adalah manusia biasa yang
mati dan dikuburkan sebagai layaknya manusia mati. Para teolog liberal
dibalik Jesus Seminar mengakui sifat sejarah kehidupan dan
pelayanan Yesus. Namun, yang dipercaya itu adalah bahwa Yesus yang
manusia itu mati disalibkan, dikuburkan, tetapi tidak bangkit, apalagi
naik ke surga. Yesus hanya manusia biasa tanpa mukjizat yang bangkit
dalam iman para pengikut-Nya secara metafora.
Bagaimana di Indonesia?
Persoalan
“siapakah Yesus” di gereja di Indonesia mendapat tanggapan
bermacam-macam. Di gereja yang tergolong konservatif yang mendasarkan
keyakinannya pada Alkitab, Yesus dianggap sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Di kalangan gereja dan sekolah teologi arus utama yang tergolong
ekumenis pada umumnya Yesus dipercayai sebagai Juruselamat, bagian dari
Allah Tritunggal. Hal ini tercermin dalam “Pengakuan Iman Rasuli” yang
setiap Minggu diucapkan di gereja dan melalui kata-kata lagu rohani
yang dinyanyikan yang masih bernuansa konservatif. Namun akhir-akhir
ini juga sudah mulai ada kecenderungan, khususnya di kalangan pendeta
muda, yang menganggap bahwa Yesus hanya sekadar “manusia baik bagi
orang lain”.
Studi tentang Yesus
Sejarah juga sudah masuk ke Indonesia. Pada bulan Desember 1995, sebuah
sekolah teologi di Jakarta, menggelar seminar yang mengangkat tema itu
dengan salah satu pembicaranya professor Richard W. Haskin yang mempopulerkan Jesus Seminar ke Indonesia. Majalah kristiani Kairos, mulai edisi Juli 1996, setiap bulannya memuat artikel mengenai Yesus Sejarah secara berseri yang ditulis Ioanes Rakhmat
salah satu dosen sekolah teologi diatas. Namun, karena artikel itu
mendapat banyak “tanggapan” dari pembaca dan merangsang timbulnya
polemik, artikel itu dihentikan oleh redaksi pada edisi bulan April
1997.
Perlu dicatat bahwa toko buku
asing yang beroperasi di mal-mal di kota-kota besar di Indonesia juga
banyak menjual buku Jesus Seminar karya pendirinya John Dominic Crossan dan fellow lainnya, bahkan salah satu buku Crossan berjudul ‘God and Empire: Jesus Against Rome, Then and Now’
(2007) dibedah di Jakarta dengan moderator Ioanes Rakhmat dan
pembedahnya seorang feminist. Buku senafas yang ditulis Rakhmat dalam
bahasa Indonesia a.l. Yesus, Maria Magdalena, dan Makam Keluarga.
Penulis buku yang menulis artikel kontroversial di majalah Kairos itu
juga menulis artikel kontroversial lain di harian Kompas yang mendukung
buku Jesus Dynasty dan film The Lost Tomb of Jesus berjudul “Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus” (5 April 2007).
Artikel
ini lebih mendulang kritik karena dilemparkan ke ranah public dan
dibaca oleh pembaca umum, artikel mana juga dimuat di milis Islam
Liberal dan dibeberapa milis lainnya, dan mendapat banyak tanggapan dari
berbagai pihak seperti Deshi Ramadhani dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta dalam tulisannya Historisasi Makam Kosong Yesus (Kompas, 5 Mei 2007), dan tanggapan melalui milis Islib dengan judul “Makam Yesus Ditemukan?” tulisan Herlianto, dosen tamu pada sekolah teologi di Bandung. Artikel
ini juga mendatangkan kritik dari banyak organisasi gereja hingga ada
puluhan professional Kristen di Jakarta yang menggugatnya dengan
mengundang pimpinan sekolah teologi dan sinoda dimana Rakhmat mengajar
dan menjadi pendetanya untuk membahasnya. Ujung-ujungnya penulis
kontroversial itu kemudian diberhentikan dari sekolah teologi dimana ia
mengajar dan dipensiun dini dari sinoda dimana ia menjabat pendeta.
Berbeda
dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat dan Inggris pada tahun 1985
dan sesudahnya –ketika banyak dari sekolah teologi, gereja, dan teolog
konservatif yang memberikan tanggapan yang telak dan cepat mengenai
kontroversi Yesus Sejarah, di Indonesia tanggapan seperti itu belum
banyak dan blum masuk agenda gereja selain dilontarkannya reaksi spontan
disana-sini. Namun kemudian yayasan Sola Scriptura sejak
tahun 2008 mengadakan seminar tahunan di Jakarta dan beberapa kota lain
oleh para pembicara penulis buku yang berhaluan konservatif seperti Graig Evans, Ben Witherington, Darrel Bock
dll. Demikian juga buku-buku kalangan konservatif yang membahas
isu-isu yang dilontarkan Jesus Seminar mulai diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh beberapa penerbit, seperti buku Menjawab Injil Yudas, (NT Wright). Merekayasa Yesus (Graig Evans), Disalibkan oleh Media: Fakta dan Fiksi tentang Yesus Sejarah (C Marvin & Sherry Pate), Mendongkel Yesus dari Takhtanya (Darrell Bock & Daniel Walace), dan buku oleh penulis Indonesia yaitu Menggugat Yesus.