Belakangan
ini di Indonesia terbit banyak buku yang penulisnya meng’klaim’ dirinya
sebagai ‘Kristen Tauhid’ yang mengimani ajaran ‘Unitarian,’ bahkan
beberapa kali mengadakan debat dengan pendeta Kristen tertentu terutama
di Surabaya. Apakah Unitarianisme dan Kristen Tauhid itu?
Ajaran Unitarian mewarisi ajaran Arianisme yang dikenal dengan tokohnya Arius
(256-336) yang memadukan Neoplatonisme ke dalam pemikirannya yang
merendahkan Kristus sekedar sebagai ciptaan lebih rendah dari Allah.
Pre-existence Yesus bukanlah Allah tetapi ciptaan pertama yang ‘seperti
Allah’ (homoi-ousius) atau ‘demigod,’ semacam konsep ‘demiurge’ dalam
gnostisisme. Bagi Arius, karena Yesus adalah ciptaan, maka ia bukan
Allah, dan bukan penebus karena hanya Allah yang bisa menebus. Arius
mengemukakan bahwa:
‘Anak
Allah adalah ciptaan dan sebagai firman (logos) ia bukanlah Allah dan
juga bukan manusia biasa. Firman adalah ciptaan yang berada di antara
Allah dan manusia, ia lebih rendah dari Bapa, namun diangkat sebagai
‘anak angkat’ dengan gelar ‘Anak Allah.’ Firman itu diciptakan pertama
dan paling besar dari semua ciptaan, kemudian firman itu menciptakan
yang lainnya. Menurut Arius ada saatnya dimana firman itu tidak ada,
kemudian diciptakan oleh Allah dan disebut ‘Allah’ juga namun tidak
setara dengan ‘Allah.’
Mayoritas
bapak gereja menolak ajaran Arius yang dianggap tidak sesuai dengan
ajaran Alkitab yang sejak abad pertama dipercaya gereja Kristen. Alexander,
uskup Alexandria menolak pemikiran Arius dan karena kemudian menjadi
bahan perdebatan di kalangan beberapa pimpinan jemaat, raja Konstantin
mengadakan Konsili Nicaea (325) untuk membahas kontroversi ajaran
Arius itu. Mayoritas yang hadir dari 300 peserta dalam konsili itu
menolak ajaran Arius dan menganggapnya tidak sesuai dengan firman Tuhan
dan meneguhkan kepercayaan semula mengenai ke’Allah’an Yesus yang setara
dan sehakekat dengan Allah Bapa. Hanya sekitar 30 uskup yang mendukung
Arius. Nicea mengaku Yesus sama dengan Allah (homo-ousius).
Sekalipun Arius dan
pengajarannya ditolak oleh gereja dan uskup Alexandria, namun ia tetap
mengumpulkan murid-murid, namun secara sporadis masih ada kelompok yang
menganut fahamnya, tetapi pada abad-7 sirna pengaruhnya. Baru satu
milenium kemudian semangat anti-trinitarian Arianisme dipercaya lagi
oleh kelompok Unitarian (abad-16), Christadelphian (abad-19), Saksi-Saksi Yehuwa (abad-19), dan sekarang Kristen Tauhid.
Pengikut faham anti-trinitarian semacam Arianisme biasanya disebut sebagai Unitarian , dan faham ini menggugat keyakinan Tritunggal/Trinitas. Dokter dan teolog Spanyol, Michael Serrvetus menantang gereja dengan menerbitkan dua tulisan yang provokatif berjudul De Trinitatis Erroribus (Tentang Kesalahan Tritunggal, 1551) dan Christianismi Restitutio (1553) yang menantang Insitutio dari Johanes Calvin. Pandangannya yang anti-trinitas meletakkan dasar bari gerakan Unitarian.
Di Amerika Serikat, unitarian berkembang dari perpecahan yang terjadi di kalangan pendeta gereja Puritan konggregasional. Kelompok
pendeta yang lebih liberal bereaksi terhadap doktrin predestinasi dan
dosa asal dalam Calvinisme, doktrin yang melanda Protestantisme Amerika
terutama semasa Kebangunan Besar (The Great Awakening), demikian juga konggregasi yang terpengauh faham Arianisme dan Armenianisme mengarah pada ajaran Unitarian.
Charles Chauncy, seorang pendeta konggregasional menolak Calvinisme dan percaya akan kehendak bebas (free will). Pada tahun 1979, King’s Chapel di
Boston secara resmi menerima ajaran Unitarian dan meninggalkan gereja
Episkopal. Kemudian beberapa konggregasi di New England mengikuti jejak
itu, tetapi nama Unitarian baru secara umum digunakan sejak tahun 1815.
Hosea Ballou (1771-1825), pemimpin universalist Amerika, bukunya A Treatise of Atonement (1805)
membawa banyak pendeta universalist ke dalam pandangan Unitarian
mengenai Tuhan dan kristologi Arianisme. Ia berpendapat bahwa karena
dosa bersifat terbatas dalam alam dan segala akibatnya dirasakan dalam
kehidupan didunia ini, maka semua manusia akan diselamatkan setelah
meninggal.
Pada tahun 1825 dibentuk American Unitarian Association yang
menyelenggarakan konperensi nasional pada tahun 1865. Gereja anggota
tetap memiliki independensi mereka, dan ditahun 1961, organisasi ini
bergabung dengan Universalist Church of America membentuk Unitarian Universalist Association (UUA) dengan pusat di Boston.
Unitarian
menganggap agama mereka sebagai liberal yang tidak bergantung pada
doktrin, keyakinan, maupun pengakuan iman tertentu, melainkan menganggap
kesadaran, pengalaman, dan akal budi sebagai fundasi dalam keyakinan
agama. Mereka menekankan toleransi beragama, hakekat kebaikan
kemanusiaan, dan hidup yang saling bergantung. Sebagai konsekwensi,
unitarian bergabung dengan semangat faham liberalisme dalam ranah sosial
dan etis.
Unitarian Universalist
tidak memiliki pengakuan iman (credo) dalam pengajaran mereka, mereka
juga menolak otoritas dogma yang disusun dewan-dewan gerejawi.
Pengajaran mereka termasuk percaya akan kesatuan Tuhan, kemanusiaan
Yesus, tanggung jawab
manusia dalam hal agama dan sosial, dan kemampuan mencapai keselamatan
agama melalui berbagai tradisi agama. Unitarian mendukung pluralisme
agama, dan bagi Unitarian yang masih mengkaitkan diri mereka dengan
kekristenan, sekalipun percaya bahwa keselamatan juga bisa diperoleh
melalui agama-agama lain, mereka tetap berpegang kepada ajaran Kristus
dalam soal hidup ini.
Sekalipun demikian,
lama kelamaan banyak Unitarian dan Unitarian Universalist menjauh dari
Unitarian tradisional yang berakar kekristenan. Sebagai contoh, di tahun
1890-an American Unitarian Association menerima keanggotaan mereka yang
bukan kristen dan gereja-gereja yang tidak pecaya kepada Tuhan. Pada
masa merebaknya pandangan humanisme agama di abad-20, keinginan untuk
mengembangkan teologi liberal yang lepas dari dasar ketuhanan tumbuh
dalam gerakan Unitarian, ini menyebabkan kontroversi theis-humanist.
Setelah pendeta unitarian John Dietrich dan Curtis Reese menandatangani ‘Humanist Manifesto’
(1933), humanisme agama menjadi pandangan banyak unitarian. Masakini,
jumlah penganut Unitarian atheist melebihi penganut Unitarian theist.
Perkembangan
Unitarianisme terbatas. Di Amerika Serikat terdapat 155.000 penganut
Unitarian, padahal pada waktu yang sama setiap tahun ada sekitar 200.000
orang dewasa menjadi anggota baru gereja Roma Katolik. Beberapa
penyebab mengenai hal ini adalah dominannya warga kulit putih kelas
menengah, dan ajaran Unitarian tidak dapat dijadikan pegangan memelihara
iman karena Unitarianisme tidak mengajarkan pengharapan akan kehidupan
sesudah mati.
Lalu
bagaimana dengan aliran Kristen Tauhid yang mengaku sebagai penganut
Unitarian itu? Apakah sama dengan Unitarianisme, ataukah memiliki ciri
khas tertentu? Para penulis buku-buku Kristen Tauhid mengaku bahwa
mereka termasuk penganut faham Unitarian. Tjahjadi Nugroho tokoh utama
Kristen Tauhid dalam kata Pengantar dalam buku Frans Donald (Allah dalam
Alkitab & Al-Quran), mengemukakan bahwa:
“Modal
terbesar Frans Donald untuk menulis buku ini adalah semangatnya adalah
semangatnya sebagai seorang Kristen Tauhid (Unitarian).
Sedangkan Frans Donald sendiri dalam buku yang sama menyebut mengenai agama dirinya:
“Apa
itu Kristen Tauhid? Pada intinya, sebagai Kristen Tauhid, Allah saya
Esa, bukan tiga atau Trinitas. Saya tidak percaya Allah itu satu dalam
tiga pribadi (Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus)”.Penulis lain Ellen Kristi (Bukan Allah Tapi Tuhan) juga mengaku sebagai Kristen Tauhid yang adalah Unitarian. Pada judul bukunya ditulis:“Perspektif Seorang Kristen Tauhid tentang Keesaan Allah dan Keilahian Yesus Kristus”.Dalam Prakata buku itu
ia menguraikan sejarah singkat Unitarianisme seperti yang berkembang di
benua Eropah, dan ia mengatakan didalamnya, bahwa:
“Semangat
dari Kristen Tauhid atau Unitarianisme adalah memperjuangkan kebebasan
bagi setiap orang untuk mempercayai apa yang dikatakan oleh nurani
sesuai akal sehat-nya, bahkan sekalipun harus bertentangan dengan
doktrin atau kredo yang lazim dianut mayoraitas umat (mainstream). Agama
dan keyakinan religious merupakan pilihan pribadi,tidak boleh
dipaksakan, apalagi dengan kekerasan.”Menurut Tjahjadi
Nugroho (Manusia Yesus Kristus), tokoh utama Kristen Tauhid, ketauhidan
itu berkait erat dengan Iman monotheisme Abraham. Ia mengatakan:
“Ciri
utama agama Ibrahim adalah tauhid atau monotheistik. Konsep dasar
tauhid ini adalah melekat pada ciri Allah Israel yang bersifat pribadi,
personal God, bukan substansi atau zat sebagaimana diyakini
bangsa-bangsa lain. ... Dasar ketauhidan yang kokoh ini menetapkan
perintah pertama hukum Taurat menajdi dasar perintah lain.
Mempersekutukan atau menduakan Allah adalah larangan terbesar dalam Iman
Ibrahimik”.Dari
penjelasan di atas jelas bahwa Kristen Tauhid mau kembali kepada agama
monotheisme Abraham yang dipercayai oleh umat Yahudi. Monotheisme yang
tidak menyekutukan Allah dan menjadikan Yesus sekedar ciptaan yang lebih
rendah dari Yahweh.Unitarianisme
mewarisi berbagai tradisi, setidaknya ada dua kutub besar dalam
Unitarianisme yaitu Unitarianisme Liberal yaitu aliran yang cenderung
mengarah pada faham Universalisme, dan Unitarianisme Teologis aliran
yang terkait tradisi Kristen Eropah yang tumbuh dalam era reformasi.Ellen
Kristi dalam Sekedar Prakata bukunya mengakui bahwa Unitarianisme
cenderung mengarah pada Universalisme, namun ia mengemukakan bahwa
Kristen Tauhid mewarisi tradisi klasik. Dalam bukunya ia memberikan
Catatan Kaki yang berbunyi:“Dalam
perkembangannya, Unitarianisme modern mengalami perluasan makna dan
cakupan, sehingga berimpitan dengan Universalisme. Definisi Kristen
Tauhid dalam buku ini merupakan Unitarianisme dalam bentuk klasik dan
yang khas Indonesia”.Kelihatannya
aliran Kristen Tauhid klasik termasuk yang Teologis atau Religious
karena secara eksplisit menyebut dirinya ‘kristen.’ Kesan ini jelas pula
dalam tulisan Ellen Kristi berikut:
“seorang
Kristen Tauhid memilih untuk meletakkan dasar imannya dalam Kitab Suci
Judeo-Kristen (the Bible), baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru’.
Jadi, Kristen Tauhid
mengaku sebagai aliran Kristen yang bertumpu pada Alkitab Kristen, namun
mengapa mereka menolak keyakinan trinitarian yang dipercayai oleh
umumnya umat Kristen? Ada kecenderungan di kalangan mereka untuk
menjadikan Kristen Tauhid sebagai Unitarian yang khas Indonesia, yaitu
usaha untuk mensintesakan ajaran Kristen Tauhid dengan ajaran agama
Islam yang dianut oleh sebagian besar warga Indonesia, khususnya konsep
tentang Allah. Dalam buku penganut Kristen Tauhid sering diacu ayat-ayat
Al Quran untuk mendukung thesis mereka.
Kristen
Tauhid banyak menganjurkan keterbukaan termasuk terhadap liberalisme
maupun terhadap agama Islam, dan mempromosikan toleransi beragama.
Sayang Kristen Tauhid tidak bisa mentolerir kekristenan historis yang
mempercayai Allah Tritunggal yang mereka anggap mempercayai kepercayaan
yang tidak masuk akal.
Dari buku-buku
kalangan Kristen Tauhid kita melihat latar belakang para tokohnya ikut
mewarnai pendangan Unitarian mereka. Yang mencolok adalah sifat
Arianisme yang kentara dengan banyaknya doktrin Saksi-Saksi Yehuwa yang
dipegang oleh Kristen Tauhid. Dalam penjelasannya ‘Tentang Penulis,’
dalam bukunya, Frans Donald mengaku bahwa ia pernah menjadi mengikut
Saksi-Saksi Yehuwa, dan bahwa ia:
“Lahir
dan dibesarkan dalam keluarga Katolik yang sangat sederhana alias
miskin. Sepeninggal almarhum ayahnya, karena kerinduannya akan kebenaran
ia telah melakukan passing over ke dalam berbagai denominasi Protestan
Bethani, Advent, Saksi Yehuwa, dan lain-lain, juga mempelajari Hindu
Dharma dan Islam. Saat ini ia “berlabuh” di komunitas religius Kristen
Tauhid (Christian Unitarian) yang ia nilai terbuka dan tidak dogmatis,
memberi kebebasan kepada setiap orang untuk merumuskan iman berdasarkan
hati nurani dan akal sehatnya”.
Ciri pengajaran
Arianisme dan Saksi Yehuwa dapat dilihat dari faham yang dianut Kristen
Tauhid yang anti-Trinitas yaitu mengenai Yesus yang bukan Allah dan
lebih rendah dari Yahweh, dan juga beberapa pengajaran Saksi-Saksi
Yehuwa seperti antara lain Roh Kudus sebagai tenaga aktif Allah, dan
bahwa Yesus adalah ciptaan pertama dan sama dengan penghulu malaekat
Mikhael.
Selain ciri khas mewarisi doktrin Saksi-Saksi Yehuwa, Frans Donald mengaku perlunya perayaan Sabat.
“Kitab Suci menyuruh peribadahan agama di hari Sabtu, hari yang tidak pernah kita kuduskan”.
Kelihatannya
Kristen Tauhid tidak memiliki sistem keyakinan yang seragam dan jelas
kecuali bahwa mereka mempercayai Tuhan Yang Esa (tauhid) dan anti ajaran
Tritunggal/Trinitas, dan mereka gencar sekali menyerang ajaran
Tritunggal/Trinitas yang dipercayai umat Kristen & Katolik secara
umum. Ini terlihat dalam judul buku terbaru Frans Donald, seorang
Kristen Tauhid yang vokal, yang berjudul: “Menjawab Doktrin
Tritunggal.”!
Sumber :yabina ministry