Banyak orang di dunia ini yang menempatkan Alkitab pada posisi yang kontra dengan ilmu pengetahuan. Mereka melihat Alkitab sebagai buku kuno penuh mitos yang mengandung banyak kontradiksi dengan sains modern. Jika masalah ini terbatas hanya kepada orang-orang dunia yang tidak percaya Tuhan, maka ini tidaklah terlalu mengherankan. Tetapi, yang paling menyedihkan adalah banyaknya orang yang mengaku dan memakai nama “Kristen,” tetapi terpengaruh oleh paham seperti itu. Banyak orang “Kristen” demikian yang berkompromi dengan berkata bahwa “dalam hal rohani, Alkitab pasti benar, tetapi dalam hal ilmu pengetahuan, Alkitab banyak salah.” Dengan kata lain, Alkitab akurat untuk memberitahu jalan ke Sorga, tetapi tidak bisa memberitahu tentang hal-hal material di alam sekeliling kita.
Tetapi, posisi kompromi seperti itu tidak bisa dipertahankan secara konsisten. Sebenarnya hanya adalah dua pilihan: Alkitab adalah Firman dari Allah pencipta langit dan bumi, atau Alkitab bukan Firman Tuhan. Jika Alkitab bukan Firman Tuhan, maka ia hanyalah buku biasa, karangan manusia, dan juga tidak bisa memberitahu jalan ke Sorga atau keselamatan bagi manusia. Tetapi, jika Alkitab benar adalah Firman Tuhan Pencipta, yang Ia turunkan melalui pengilhaman atas manusia-manusia tertentu, maka kita seharusnya dapat mengharapkan bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi tahu tentang hukum-hukum alam yang telah Ia sendiri tetapkan itu.
Memang, kita sebagai orang percaya mengakui bahwa Alkitab tidak pernah ditulis dengan maksud untuk menjadi buku tentang fisika, buku biologi, ataupun buku astronomi. Pendek kata, Alkitab bukanlah buku sains. Tema utama Alkitab adalah masalah rohani, keselamatan manusia, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Namun demikian, setiap kali Alkitab menyinggung masalah sains, pastilah benar, karena yang menulisnya secara ultimat adalah Tuhan sendiri. Firman Tuhan adalah kebenaran (Yohanes 17:17), dan kebenaran tidak bisa setengah-setengah, misalnya benar mengenai A, tetapi salah mengenai B. Yang seperti itu bukan kebenaran. Posisi ini juga yang diajarkan oleh Yesus sendiri. “Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?” (Yoh. 3:12) Dengan kata lain, jika Alkitab salah mengenai hal duniawi, bagaimanakah keyakinan kita tentang apa yang Alkitab ajarkan tentang Sorga?
Puji syukur kepada Tuhan, ternyata Alkitab memang tepat dalam hal sains. Berbagai kontradiksi yang katanya terjadi antara sains dan Alkitab berpulang kepada dua faktor utama. Faktor pertama, kontradiksi muncul kalau Alkitab ditafsirkan secara salah. Sebagai contoh, bisa saja ada orang yang menafsirkan bahwa Alkitab mengajarkan bumi itu datar, karena ada ayat yang mengacu kepada “keempat penjuru bumi” (contoh: Yes 11:12, Wah. 20:8, dll). Tetapi penafsiran ini salah, karena Alkitab justru mengajarkan bumi itu bulat (nanti akan dibahas), dan istilah “keempat penjuru bumi” tetap bisa dipakai pada bumi yang bulat, sebagai mana masih dipakai hari ini oleh para pembuat peta unt uk mengacu kepada keempat kuadran dari atlas atau peta.
Faktor yang kedua, kontradiksi dapat muncul kalau sains yang dipakai sebagai perbandingan adalah sains yang palsu. Di zaman modern ini, sains sedemikian ditinggikan oleh manusia, sehingga kebanyakan orang lupa bahwa sains seringkali salah, dan senantiasa berubah. Apa yang benar hari ini, besok bisa terbukti tidak ilmiah. Apa yang salah hari ini, bisa jadi ditemukan benar. Ini adalah inti dari sains, selalu mencari. Ada banyak sains yang belakangan terbukti salah.
EVOLUTION THEORY
Tentu Alkitab tidak akan bertentangan dengan kebenaran alam ciptaan yang sejati, tetapi bisa jadi bertentangan dengan “sains” yang palsu. “Apa yang disebut pengetahuan” (1 Timotius 6:20, “science falsely so-called” dalam KJV) ini ternyata bukanlah benar-benar pengetahuan. Sebagai contoh adalah teori evolusi, yang diterima umum hari ini, tetapi sebenarnya tidak memiliki landasan sains yang kokoh sama sekali, oleh karena itu bertentangan dengan Alkitab.
Sebaliknya, Alkitab justru sangat cocok dengan ilmu pengetahuan yang sejati. Ada banyak contoh dalam Alkitab mengenai ayat-ayat atau perikop-perikop yang berbicara tentang sains yang jauh lebih maju dari zaman penulisannya. Juga ada banyak konsep sains modern yang sudah sejak dulu tercermin dalam Firman Tuhan. Berikut adalah sekelumit contoh.
Dalam bidang Kosmologi dan Energi, prinsip-prinsip yang mendasari sains sangat sejalan dengan Alkitab, bahkan terkadang dinyatakan langsung dalam Kitab Suci. Salah satu fondasi sains adalah Hukum Termodinamika, baik Termodinamika I maupun II. Hukum termodinamika I mengatakan bahwa energi tidak bisa diciptakan ataupun dihancurkan. Energi dapat berubah-ubah bentuk, dari energi listrik menjadi energielektromagnetik (misal lampu), atau energi kimia menjadi energi gerak (mobil), dan banyak lainnya lagi. Hukum ini disebut juga hukum kekekalan energi. Hal ini cocok dengan pengajaran Alkitab bahwa penciptaan sudah selesai sejak hari keenam (Kejadian 2:2). Pada hari ketujuh Allah berhenti dari kegiatan menciptakan, dan karena hanya Allah yang benar-benar dapat menciptakan (ex nihilo), maka tidak ada yang baru yang benar-benar dapat diciptakan setelah hari keenam. Semua yang terjadi setelah itu hanyalah perpindahan energi atau perpindahan massa, dari satu bentuk ke bentuk lain (Persamaan Einstein membuktikan bahwa energi dan massa dapat saling bertukar).
Selain itu, Hukum Termodinamika II mengatakan bahwa walaupun energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, energi yang dapat dipakai terus berkurang. Dengan kata lain, keacakan dan entropi terus bertambah. Tanpa adanya usaha yang besar, segala sesuatu dialam semesta ini menjadi semakin rusak. Kita dapat menyaksikan hukum alam ini dalam kehidupan nyata setiap hari. Apapun yang tidak dipelihara dan diusahakan, pasti akan semakin rusak, semakin acak, dan semakin tidak beraturan.
Jika anda membeli baju baru, tetapi tidak memakainya selama 10 tahun, maka jangan harap baju itu tetap dalam kondisi prima jika hanya dibiarkan begitu saja selama 10 tahun di lemari. Prinsip ini persis seiras dengan Alkitab. Jika Hukum Termodinamika I mulai berlaku sejak hari ketujuh penciptaan, setelah Allah berhenti, maka Hukum Termodinamika II berlaku sejak kejatuhan dalam dosa. Sejak kejatuhan Adam dan Hawa, seluruh alam semesta ikut jatuh dan takluk kepada kesia-siaan (Roma 8:20), dan sejak itu pula menuju kepada kebinasaan. Proses inilah yang terlihat dal am Hukum Termodinamika II .
Alkitab bahkan menyebut prinsip ini secara eksplisit. “Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu. Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah” (Mazmur 102:26-27, juga dikutip dalam Ibrani 1:10-1 1). Pemazmur, dibawah inspirasi Roh Kudus 3000 tahun yang lalu, memproklamirkan bahwa langit dan bumi akan menjadi “usang” seperti pakaian, persis seperti yang diprediksikan oleh Hukum Termodinamika II. Ini adalah sesuatu yang tidak kasat mata, tetapi telah terbukti ilmiah. Darimanakah pemazmur mengetahui ini, jika bukan Tuhan yang memberitahukannya?
Jika kita renungkan, justru teori evolusi, yang banyak di percayai sebagai kebenaran, ternyata bertentangan dengan Hukum Termodinamika II ini. Teori evolusi mengetengahkan bahwa dibiarkan dengan sendirinya, alam bisa memunculkan makhluk hidup yang semakin kompleks dan semakin teratur. Ini adalah hal yang mustahil dan bertentangan dengan suat u Hukum alam yang manusia sudah banyak verifikasi. Jadi, teori evolusi adalah suatu sains yang palsu.
Selain itu, Alkitab juga menggambarkan suatu fenomena yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia. Dalam bidang Astronomi, manusia mengetahui (minimal berteori) dari fenomena red-shift bahwa bintang-bintang yang kita lihat sedang menjauh dari kita. Rupanya ke mana saja kita mengarahkan teleskop, kita menjumpai fenomena red-shift ini, sehingga kesimpulannya adalah bahwa alam semesta kita sedang mengembang atau berekspansi. Rupanya hal ini sudah diantisipasi oleh banyak penulis Alkitab. Ada banyak ayat Alkitab yang berbicara mengenai Allah “membentangkan” langit (Ayub 9:8; Maz. 104:1-2; Yesaya 40:22; 42:5; 44:24; 45:12; 48:13; 51:13; Yeremia 10:12; 51:15; Zak 12:1). Kata “membentangkan” adalah kata Ibrani natah, yang berarti “ menarik, membentang, melebarkan. ”Jadi, fenomena “pelebaran” alam semesta yang menurut data terakhir terobservasi, cocok dengan Alkitab, dan ternyata memang dilakukan oleh Tuhan sejak penciptaan. Permasalahan bagi orang-orang yang tidak percaya Tuhan adalah mereka tidak mau melihat alam semesta sebagai suatu mahakarya yang pastinya menunjuk kepada pribadi Pencipta. Dari fakta bahwa alam semesta sedang mengembang, mereka mencoba mencari asal muasal alam semesta, dengan berandai-andai mundur dalam waktu. Tentunya jika alam semesta mengembang, jika kita putar mundur waktu, ia semakin mengecil. Sampai kapan? Tentu sampai saat sang Pencipta menciptakan. Itu logisnya. Tetapi, karena sudah menolak Tuhan, para ilmuwan atheistik menarik mundur terus proses pengecilan ini, sampai akhirnya mereka memampatkan seluruh alam semesta ke suatu titik mahakecil, yang bahkan praktis tidak eksis. Inilah yang mereka sebut titik singularity, yang maha padat, maha kecil, yang meledak saat big bang. Tetapi kesimpulan ini absurd. Mereka bahkan berkata bahwa hukum alam yang kita kenal sekarang tidak berlaku dalam singularity ini.
Jika logika yang sama dipakaikan ke kasus lain, hasilnya sangatlah konyol. Misalnya seseorang mati ditembak. Tim pengacara pembela, untuk menolong klien mereka yang dituduh membunuh, membuat argumen yang serupa. Peluru di badan orang yang mati tersebut harus ditarik mundur dalam waktu. Jika ditarik terus ke belakang, peluru ini berasal dari sangat jauh, bahkan jika ditarik terus hingga berjuta-juta tahun yang lalu, peluru ini mungkin dari planet lain. Jika ditarik terus lagi sampai waktu yang tidak terdefinisikan, maka peluru ini bisa jadi dari bermilyar-milyar tahun yang lalu dari galaksi lain. Betapa absurd! Tim penuntut tentu akan dengan mudah mematahkan argumen seperti ini, dengan berkata bahwa peluru ini tidak bisa ditarik mundur dalam waktu secara indefinit, karena adanya peluru yang ditembak mengindikasikan adanya penembak. Seorang saksi mata yang melihat kejadian itu bisa dimunculkan untuk memastikan bagaimana semuanya terjadi. Demikian juga dengan alam semesta ini. Seberapa jauhkah para ilmuwan boleh menarik mundur “pengembangan” alam semesta itu? Ilmuwan yang menolak Allah tidak memiliki jawaban pasti, sehingga mereka menariknya hingga ke titik terkecil. T etapi adanya saksi mata, yaitu Allah sang pencipta, mestinya memperjelas segala sesuatu. Alkitab berisikan informasi dari sang Saksi Mata itu, bahkan sang Pencipta. Dan semua informasi dalam Alkitab cocok dengan apa yang bisa kita verifikasi tentang natur. Demikian juga dengan alam semesta ini. Seberapa jauhkah para ilmuwan boleh menarik mundur “pengembangan” alam semesta itu? Ilmuwan yang menolak Allah tidak memiliki jawaban pasti, sehingga mereka menariknya hingga ke titik terkecil. Tetapi adanya saksi mata, yaitu Allah sang pencipta, mestinya memperjelas segala sesuatu. Alkitab berisikan informasi dari sang Saksi Mata itu, bahkan sang Pencipta. Dan semua informasi dalam Alkitab cocok dengan apa yang bisa kita verifikasi tentang natur.
Berbicara mengenai alam semesta, Alkitab memiliki banyak informasi yang akurat. 700 tahun sebelum Kristus, Yesaya sudah menulis tentang “bulatan bumi ” (Yesaya 40:22), jauh sebelum Copernicus, Galileo, dan tokoh-tokoh lainnya. Lebih hebatnya lagi, Ayub yang hidup sekitar 2000an tahun sebelum Kristus (jadi lebih dari 4000 tahun yang lalu) berbicara mengenai bumi yang digantungkan pada “kehampaan” (Ayub 26:7). Kira-kira seratus tahun yang lalu, masih banyak ilmuwan yang mempercayai teori eter, yaitu bahwa luar angkasa terdiri dari substansi eter, tetapi Alkitab sudah memberitahu tentang ruang hampa di luar angkasa.
Alkitab juga banyak berbicara mengenai bintang-bintang yang kita lihat di angkasa. Tuhan memberitahu Abraham, sekitar 4000-an tahun yang lalu, bahwa jumlah bintang tidak bisa dihitung oleh manusia. “Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘ Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya’ ” (Kejadian 15:5). Tuhan kembali menegaskan hal ini kepada Yeremia, dengan berkata, “Seperti tentara langit tidak terbilang dan seperti pasir laut tidak tertakar …” (Yeremia 33:22). Bahwa jumlah pasir tidak dapat dihitung cukup jelas bagi manusia, tetapi bahwa jumlah bintang juga tidak dapat diukur dan dapat di setarakan dengan jumlah pasir tidaklah terang bagi manusia sebelum ditemukannya teleskop. Bahkan pada abad kedua Masehi, Ptolemy, seorang astronom kuno, pernah menyatakan telah menghitung semua jumlah bintang di angkasa, dan mendapatkan bahwa ada 1056 bintang! Bisa saja “ilmuwan” pada zaman itu mempersalahkan Alkitab yang mengatakan bahwa jumlah bintang tak terhitung.
Tetapi, sebagaimana dalam semua kasus lain, ketika pengetahuan manusia semakin bertambah, justru Alkitab semakin ternyata benar, dan sains-sains yang salah yang harus dikoreksi. Sekarang, dengan adanya teleskop-teleskop canggih, yang bahkan ada di luar atmosfir bumi sehingga bisa menatap bintang-bintang tanpa distorsi atmosfir kita, sungguh luar biasa banyaknya bintang yang ada. Manusia sungguh tidak bisa menghitungnya, karena banyak sekali yang tadinya kita kira bintang, ternyata adalah galaksi yang mengantung milyaran trilyunan bintang dalam satu titik cahaya. Saat ini diperkirakan ada 1025 bintang, suatu jumlah yang fantastis. Jika semua manusia di bumi bisa menghitung satu bintang per detik, dan terus menghitung sejak lahir hingga mati, itu pun belum akan menghabiskan jumlah yang begitu besar itu. Tetapi, kebesaran dan sifat Tuhan yang tak terhingga justru semakin menyolok karena “Ia menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya” (Mazmur 147:4).
Bukan hanya Alkitab memberitahukan tentang jumlah bintang yang tak terhitung, Alkitab juga memberitahu bahwa satu bintang berbeda dengan bintang lain. “Kemuliaan matahari lain dari pada kemuliaan bulan, dan kemuliaan bulan lain dari pada kemuliaan bintang-bintang, dan kemuliaan bintang yang satu ber beda dengan kemuliaan bintang yang lain” (1 Korintus 15:41).
Dilihat secara kasat mata, bintang-bintang di langit malam tampak mirip satu dengan yang lain; dan kalaupun ada yang lebih terang dan ada yang lebih redup, bisa diduga karena jarak me reka berlainan. Tetapi ilmu pengetahuan modern, melalui analisis spektroskopi atas cahaya masing-masing bintang, telah menemukan bahwa memang ada variasi yang cukup besar antara satu bintang dengan bintang lain. Matahari kita sendiri tergolong bintang yang “biasa,” berwarna kuning, dengan ukuran dan temperatur standar (untuk ukuran bintang). Ada bintang yang disebut red giant, giant blue, blue dwarf, dan banyak lagi variasi lainnya. Tentu Tuhan yang menciptakan semua itu sudah tahu terlebih dahulu, dan menyebutnya dalam KitabNya.
Beralih ke bidang biologi dan medis, para penulis Alkitab memiliki informasi yang jauh lebih maju dari pada orang-orang sezaman mereka. Bahkan di dalam Kejadian pasal 1, Tuhan sudah memberitahu bahwa setiap makhluk hidup akan berkembang biak sesuai dengan jenis mereka (dalam KJV: after his kind atau after their kind, lihat KJV Kejadian 1:1 1, 12, 21, 24, 25). Berarti, jenis kucing akan melahirkan kucing, bukan anjing. Jenis kuda akan melahirkan jenis kuda, bukan gajah. Kemantapan ini akhirnya dipahami benar setelah pengetahuan genetika manusia bertambah. Justru teori evolusi yang berimajinasi bahwa satu jenis makhluk hidup bisa berubah menjadi jenis makhluk hidup lainnya sama sekali tidak memiliki dukungan ilmiah, dan tidak pernah diobservasi. Selain itu berbagai perintah dalam hukum Taurat memberikan bangsa Israel, 3500 tahun yang lalu, standar higienisitas yang tinggi, jauh lebih tinggi daripada bangsa-bangsa sekitar mereka. Jika kita membaca Imamat pasal 15, misalnya, kenajisan manusia harus dicuci dengan air .
Demikian juga dalam Bilangan 19:1 1dst, seseorang yang menyentuh mayat haruslah membasuh dirinya dengan air. Sampai dengan abad 19, rumah sakit di Eropa masih belum tahu manfaat mencuci tangan. Dipertengahan tahun 1800an, dokter Semmelweis menemukan bahwa ibu-ibu melahirkan yang ditolong oleh dokter lebih banyak yang mati daripada ibu-ibu yang ditolong oleh bidan. Hal ini sangat mengherankan bagi dirinya. Akhirnya, setelah menyingkirkan semua faktor lain, dia menemukan bahwa perbedaannya adalah para dokter pada pagi hari belajar anatomi dengan memegang mayat, sebelum siang harinya menolong persalinan.
Semmelweis lalu mengharuskan semua dokter yang memegang mayat untuk mencuci tangan sebelum memegang pasien (sesuatu yang aneh pada waktu itu), dan walaupun banyak ditentang, hasilnya segera nyata. Tingkat kematian ibu-ibu yang ditolong dokter menurun drastis menjadi sama dengan yang ditolong bidan. Andai saja mereka mengikuti petunjuk Alkitab bahwa orang yang memegang mayat harus membasuh diri, maka korban akan lebih sedikit. Jelas standar kebersihan Alkitab sangat tinggi. Orang Israel yang berperang pun haruslah membawa sekop kecil (Ul 23:12-13) untuk mengubur kotoran mereka.
Padahal, orang Mesir kuno dulu malah memakai kotoran sebagai obat karena tahayul dan tradisi mereka! Penget ahuan Tuhan yang menciptakan tubuh manusia juga terlihat jelas dalam Perjanjian sunat yang Allah buat dengan Abraham dan bangsa Israel. Allah menyuruh Abraham untuk menyunat semua keturunan laki-lakinya pada hari kedelapan (Kej. 17:12). Mengapakah Tuhan memilih hari kedelapan? Ilmu kedokteran modern menemukan bahwa pada hari kedelapan, seorang bayi memiliki tingkat protrombin yang paling tinggi dalam darahnya dibandingkan hari-hari lain. Protrombin adalah salah satu zat yang dibutuhkan agar darah mengental ketika terjadi perdarahan. Artinya, ketika kita terluka dan mengeluarkan darah, ada zat-zat dalam darah yang perlu bereaksi sehingga darah menggumpal dan berhenti keluar. Zat-zat ini disebut faktor pembekuan darah, dan protrombin adalah salah satu faktor krusial. Jika proses pembekuan darah gagal terlaksana, maka sedikit luka kecil saja bisa berakibat fatal pada seseorang karena ia tidak bisa berhenti berdarah, seperti yang terjadi pada kasus penyakit bawaan hemofilia. Dalam kasus sunat bayi, jika sunat dilakukan sebelum hari kedelapan, maka resiko perdarahan lebih tinggi. Tetapi bagaimanakah Abraham atau Musa bisa tahu akan hal ini? Bagaimana mereka bisa tahu tentang tingkat protrombin dalam darah? T entu mereka tidak tahu, tetapi Allah yang menciptakan tubuh manusia sudah pasti tahu.
Alkitab juga sudah sejak ribuan tahun yang lalu menggambarkan siklus air. “Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu” (Pengkhotbah 1:7). “Ia menarik ke atas titik-titik air, dan memekatkan kabut menjadi hujan, yang dicurahkan oleh mendung, dan disiramkan ke atas banyak manusia” (Ayub 36:27-28). Siklus air barulah di rumuskan secara modern oleh Bernard Palyssi di abad 16 Masehi, tetapi sudah diketahui oleh Salomo dan Ayub jauh sebelumnya.
Artikel ini tidak membahas semua keakuratan ilmiah Alkitab, tetapi hanya bertujuan untuk memberikan sekelumit contoh, bahwa Alkitab sungguh dapat di percaya secara ilmiah. Memang benar bahwa Kitab Suci diberikan oleh pengilhaman dari Tuhan yang mahatahu dan yang menciptakan langit dan bumi, dan tentunya mengetahui semua hukum-hukumnya. Orang Kristen dapat dengan mantap mempercayai semua yang tertulis dalam Alkitab, mengenai topik apapun.
oleh Dr. dr. Steven Einstain Liauw, DRE., Th.D, dalam buletin Pedang Roh Edisi 78 Januari-Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar